Game Upin & Ipin Universe dirilis resmi pada 17 Juli 2025 untuk platform Windows (Steam & Epic), PS4, PS5, dan Nintendo Switch. Dikembangkan oleh Les’ Copaque Production bekerja sama dengan Streamline Studios, menggunakan Unreal Engine 5 untuk menghadirkan kampung Durian Runtuh yang kaya budaya Asia Tenggara. Kreasi ini menjanjikan visual sinematik dengan atmosfer kampung yang familiar bagi fans serialnya.
Visual & Desain Dunia yang Memukau… tapi Sekadar Kulit?
Secara keseluruhan, dunia permainan ini terlihat sangat memesona. Lingkungan kampung bergaya tropis, warna cerah, serta elemen seperti ayam berkeliling, jemuran bergoyang, dan jalanan debu membawa atmosfer kampung hidup sebagaimana dijelaskan oleh ulasan penulis internasional.
Namun, di balik keindahannya, banyak detail mengganggu muncul. Animasi karakter seperti Upin dan Ipin terasa kaku, NPC hampir tak bereaksi, dan interaksi lingkungan terasa dangkal—banyak pemain menyebut dunia ini terasa “kosong” meski visual menjanjikan. Ulasan IDN Times menyebut visual konsisten, tapi glitch dan kekurangan polesan membuat pengalaman visual terasa tidak maksimal.
Gameplay & Misi: Rutinitas Kampung Tanpa Arah
Gameplay terdiri dari eksplorasi bebas dan sejumlah mini‑games seperti memancing, berkebun, menangkap serangga, balapan RC, memasak ketupat, dan main gasing—semuanya diintegrasikan dalam pengalaman sehari-hari kampung. Namun, banyak pengulas mengkritik bahwa gameplay terasa repetitif, dengan misi yang monoton dan tanpa kemajuan cerita yang berdampak.

Sebagaimana dikatakan oleh seorang pengguna Steam:
“This game feels unfinished. No main quest, feels just playing side quest. Price not reasonable…”
Gameplay memang ringan dan cocok untuk anak-anak, tetapi bagi gamer yang mencari depth, hal ini terasa bukan petualangan, melainkan rutinitas tanpa tujuan.
Kinerja & Stabilitas: Banyak Bug, Performa Bergantung Nasib
Masalah utama lain yang muncul adalah glitch teknis: game dilaporkan sering crash saat loading area baru, frame rate drop tiba-tiba, kamera bug, atau karakter terjebak di objek lingkungan. Sebagaimana dikeluhkan di Steam, berbagai bug visual cukup serius: mata Kak Ros yang juling, animasi swim Upin yang membuatnya tersangkut batu, hingga sarung Uncle Muthu yang glitch terus-terusan.
Banyak pemain menilai game ini tampak seperti proyek yang belum selesai namun sudah dipasarkan.
Audio & Identitas Lokal: Aspek yang Mampu Menyelamatkan
Di tengah evaluasi negatif, suara dan musik adalah dua aspek yang terus mendapat pujian. Soundtrack terasa ceria, enerjik, dan sangat cocok dengan nuansa kampung. Pengisi suara dalam Bahasa Melayu/Malaysia dirasa autentik dan menambah kedekatan emosional bagi pemain daerah asal.
Elemen ini menunjukkan bahwa game memiliki pondasi atmosferik kuat, hanya saja eksekusi teknis dan desain gameplay belum menyertainya secara menyeluruh.
Harga & Nilai: Mahal untuk Pasar Asia Tenggara?
Harga game di Steam sekitar Rp 650.000 (sekitar US$ 40) menjadi salah satu poin kritik terbesar. Banyak pemain merasa harga itu tidak pantas mengingat isi permainan yang dinilai “setengah jadi”. Sebuah review dari IDN Times menyebut bahwa dengan harga tersebut, pemain bisa membeli game lain dengan kualitas lebih matang dan cerita lebih solid IDN Times.
Ulasan komunitas juga menyamakan harga tersebut dengan keterlaluan—“Indie quality for AAA price” dan “it feels like a cheap cash grab”.
Polemik Streamer Windah Basudara : Tepat di Jantung Kontroversi
Seiring dengan peluncuran Upin & Ipin Universe, muncul pula kontroversi yang menarik perhatian banyak pihak: video live streaming Windah Basudara terkena klaim hak cipta (copyright) atas konten musik dalam gamenya. Meskipun Windah membeli dan mempromosikan game tersebut secara sukarela, videonya disita monetisasinya oleh Les’ Copaque Production.
Kronologi Kasus: Streamer Tanya, Developer Jawab
Kontroversi dimulai pada tanggal 17 Juli 2025, saat Windah melakukan live streaming saat mencoba Upin & Ipin Universe. Ia kemudian menyampaikan keluhannya bahwa videonya dihentikan monetisasinya karena klaim hak cipta dari Les’ Copaqué Production.

“Gue udah dispute juga ya. Udah gue dispute tuh ya, nih ada empat copyright… means kita streamer, kita beli, kita try to promote the game juga”
— Windah Basudara menyampaikan kekecewaannya atas langkah yang diambil developer.
Setelah itu, pihak Les’ Copaqué mengunggah video klarifikasi seputar isu hak cipta, menjelaskan bahwa musik asli dari kartun Upin & Ipin yang dipakai di game telah diolah ulang. Oleh karena itu, setiap konten yang menampilkan musik tersebut akan ditandai secara otomatis oleh platform streaming sebagai pelanggaran hak cipta. Mereka menyarankan agar streamer mematikan atau mengecilkan volume musik saat melakukan live streaming sebagai solusi sementara.
Lebih lanjut, Les’ Copaqué juga mengatakan bahwa mereka menggunakan klip gameplay streamer—termasuk milik Windah—untuk keperluan promosi bersama. Namun netizen mencatat bahwa meskipun video digunakan, streamer sendiri tidak mendapatkan dukungan monetisasi atau kompensasi apa pun.
Dampak terhadap Windah Basudara & Industri Streaming Lokal
Dalam arus komentar, banyak netizen menyoroti betapa tidak adilnya streamer yang sudah membeli game dan mempromosikannya namun tetap dihukumi. Estimasi kerugian pendapatan YouTube Windah disebut mencapai antara RM 2.600 hingga RM 5.200 akibat empat penalti hak cipta.
Kasus ini membuka percakapan lebih luas soal hubungan antara developer game dan content creator—terutama streamer besar yang sering jadi promotor tak resmi, tapi justru dirugikan secara finansial.
Pengalaman Pribadi Penulis: Perspektif dari Gamer & Penulis
“Saya sempat mengikuti live Windah dari kampung digital itu — ia tampak rajin mencoba mini‑games sambil memberi review langsung. Tapi begitu tiba‑tiba monetisasi dicabut, saya merasa bahwa ini bukan hanya soal bug teknis—ini soal etika sinergi antara pembuat game dan streamer.”
Pendapat pribadi penulis:
“Case ini mengingatkan saya pada masa game AAA yang sering menandai konten gamers besar hanya karena menampilkan trailer atau musik dari pertunjukan promosi. Seharusnya, jika streamer memberi exposure gratis, patutnya developer memfasilitasi monetisasi atau setidaknya beri kompensasi yang adil.”
Potensi Besar, Tapi Sayang Gagal Dieksekusi
Upin & Ipin Universe memiliki elemen yang tepat: dunia kampung lokal yang imersif, environtment budaya Asia Tenggara, pengisi suara asli, dan nostalgia tinggi dari serial animasi kenyang prestasi. Namun sayangnya, game ini sebagian besar dikecewakan oleh:
- Gameplay yang repetitif dan tidak berkembang, tanpa cerita utama yang kuat
- Bug dan performa buruk, menghalangi eksplorasi nyaman
- Harga terlalu tinggi untuk apa yang ditawarkan
Jika ditimbang dari semua aspek—grafik, gameplay, cerita, audio, performa, dan harga—nilai yang wajar untuk game ini adalah 2 dari 5.
Rekomendasi Pembaca
- Untuk penikmat seri Upin & Ipin yang ingin sekadar nostalgia dan bisa toleran terhadap glitch, game ini masih bisa dinikmati — apalagi jika nanti mendapatkan update perbaikan.
- Namun, bagi gamer yang mengharapkan pengalaman petualangan yang matang, berorientasi cerita dan misi yang bermakna, ada banyak alternatif lain dengan kualitas lebih solid di harga serupa.
- Kami merekomendasikan untuk menunggu patch perbaikan atau diskon signifikan — karena di harga rilis, game ini belum sebanding dengan ekspektasi.
Game ini sebetulnya bisa menjadi tonggak penting untuk industri game Malaysia dan Asia Tenggara. Namun untuk saat ini, pesan utama bagi pembaca GameFever adalah: potensi besar, tapi eksekusi harus diperbaiki dulu. Monitor update dari developer, lihat patch selanjutnya, baru putuskan untuk membeli atau menunggu versi yang lebih matang.
— Penulis, GameFever.co.id